Penjelasan dan Statemen Estafeta - X

Mengutamakan Legitimasi Pengangkatan

Sesudah pengangkatan aparat yang dilakukan Muhammad Yusuf Thohiry di diluar itu ada suara yang mengatakan,” Bahwa para AKT yang diangkat itu bukanlah para AKT yang riil, tidak seperti pada jaman Imam Awal yang militernya jelas bersenjata, sanggup menghadapi pertempuran di fron terbuka. Jadi, katanya kalau sekedar AKT-AKT-an semua orang juga bisa”. Boleh- boleh saja berkata demikian karena haknya. Namun, perlu diketahui bahwa bisanya disebut sebagai AKT yang sah atau benar jika terlebih dulu memiliki legalitas, artinya bahwa yang didahulukan, yakni terlebih dulu adanya pengangkatan yang dilakukan oleh yang berhak mengangkatnya yaitu yang memiliki legalitas pula. Dengan demikian tidak semua orang bisa diangkat sebagai AKT ! Juga, tidak setiap orang memiliki legitimasi mengangangkat AKT !

Nabi S.a.w. sebelum memimpin ummat atau ribuan pasukan bersenjata maka terlebih dulu adanya pengangkatan sebagai Nabi. Jadi, soal memiliki pengikut atau kekuatan bersenjata hal itu perkara berikutnya. Artinya, kepemimpinan dalam Islam itu terlebih dulu dimulai oleh pengangkatan dari yang memiliki legalitas. Jadi, soal memiliki pengikut atau kekuatan ribuan tentara hal belakangan. Juga, soal banyak atau sedikit pengikut tidak menjadi ukuran bagi legitimasi pemimpin.

Coba perhatikan sejarah di antara para Nabi: Pengikut Nabi Nuh hanya tujuh puluh orang, Nabi Yunus yang pernah melakukan kesalahan, pengikutnya empat puluh lima orang, bahkan ada lagi yang ditinggalkan oleh sebagian pengikutnya. Tetapi, karena mempunyai legitimasi maka tetap saja sebagai Nabi. Hal demikian tida4aja terjadi kepada para nabi, tetapi terjadi pula kepada sahabat Nabi S.a.w. Ali bin Abi Thalib r.a, sewaktu berada diperkemahan, saat subuh dilihat pasukannya tinggal seribu lagi.

Beliau berkata;"Biarlah mereka pergi cukup bagiku Alloh dan Rasulnya. Jelas dari ucapan Ali r.a.itu dapat diambil makna bahwa barometer sebagai pemimpin, bukanlah diukur oleh sedikit atau banyaknya pengikut, tetapi oleh legitimasinya.

Suatu pemerintahan atau perjuangan negara bisa terjadi pasang surut bahkan defaktonya hilang. Tetapi, jika nilai estapeta kepemimpinannya sesuai dengan undangundangnya maka tetap memiliki nilai pemerintahan dan pada waktunya bisa kembali defakto.

Contohnya, Abdul Aziz bin Su'ud (1880 - 1953) yang pernah mengalami tinggal di pengasingan, karena ayahnya seorang amir yang terusir, digulingkan oleh Syarif Husein atas dukungan Inggeris. Namun, dalam pengasingan itu ayahnya menyerahkan kerajaan kepada Abdul Azis, anak ke empat ( karena yang lainnya tidak menyanggupi) .Dengan penyerahan itu dirinya memperoleh legitimasi sebagai Putera Mahkota, pelanjut pimpinan tertinggi sesuai dengan peraturannya. Dengan legalitas itu mula- mula dalam pengasingan itu diperolehnya hanya dua puluh orang pengikut, kemudian tiga ratus orang.

Para pengikutnya itu yakin terhadap legitimasi pemimpinnya sehingga dari proses perjuangan mereka, akhirnya pada suatu malam mereka mengepung Istana dan menguasainya. Siang harinya Abdul Aziz mengumumkan kepada rakyat yang berkumpul di depan Istana, mengenai legalitas estapeta dari ayahnya. Rakyat mendukungnya, siap menjadi tentara guna merebut keamiran lainnya. Sesudah semua yang direbutnya terkuasai kembali, akhirnya dekfaktolah Kerajaan Saudi Arabia. Harus dipahami, banyak rakyat di tiap keamiran mendukungnya tentu modal yang didahulukan yaitu memiliki legitimasi sebagai pelanjut pemimpin tertinggi pemerintahan. Adapun segala komponen penunjangnya adalah belakangan.

Dan contoh yang disebutkan di atas itu jelas bahwa sekalipun para mentrinya sudah tidak ada, wilayahnya dikuasai lawan karena kekuatan militernya sama sekali sudah lenyap, namun estapeta pemimpinannya masih ada maka perjuangan menyusun kekuatan pemerintahan berlanjut untuk kembali defakto. Keberadaan struktur Dewan menteri atau kabinet tidak diisyaratkan oleh keadaan negaranya hams dalam situasi kondusif . Contohnya, seperti halnya pemerintah dalam pengasingan, negara berjuang, dan pemerintah darurat dsb. Walau departemen- departemennya tidak berpungsi, tidak memiliki kantor- kantor khusus, tidak memiliki markas militer dengan perlengkapan senjata, karena wilayahnya dikuasai musuh, namun kabinet atau struktur pemerintahan tetap didahulukan terbentuk sesuai legalitasnya. Banyak contoh seperti halnya yang pernah terjadi di Kamboja, Kuwait dan sebagainya yang terjadi dalam sejarah.

Gelombang perjuangan suatu negara di manapun bisa terjadi pasang surut dalam berbagai bidang. Begitu juga NII yang wilayahnya dikuasai pihak lawan, namun penentuan kepemimpinannya tetap dalam satu jalur karena mengacu kepada undang-undang. Pasti bahwa Negara Islam Indonesia dalam keadaan tidak kondusif ini belum memiliki komponen-komponen yang menunjang kekuatan dalam arti pisik seperti halnya pada jaman Imam Awal. Namun, hal itu tidak menghalangi pengangkatan para AKT. serta jajaran aparat lainnya. Jutru dengan diangkatnya para AKT oleh yang memiliki legalitas itu guna tersusunnya kembali para AKT yang riil dengan segala perangkat kekuatannya sehingga bisa melawan kekuatan musuh secara fisik sebagaimana yang terjadi pada jaman Imam SM Kartosoewirjo.l